A. Kompetisi dalam Kebaikan (Fastabiqul Khairat)
1. Pengertian Kompetisi dalam Kebaikan
Kata fastabiqul khairat berasal dari bahasa Arab: فَاسْتَبِقُوا
الْخَيْرَاتِ yang berarti “berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan.”
Kompetisi dalam kebaikan adalah semangat untuk menjadi yang terbaik dalam
berbuat baik, bukan bersaing karena iri atau ingin mengalahkan orang lain.
Islam mendorong umatnya untuk aktif, bersemangat, dan berlomba menghasilkan
amal saleh.
Berbeda dari persaingan duniawi yang kadang menimbulkan permusuhan, kompetisi
dalam kebaikan justru melahirkan semangat persaudaraan dan kemajuan umat.
Dalam kehidupan sehari-hari, kompetisi ini tampak ketika
seseorang berusaha lebih rajin belajar agar bisa memberi manfaat bagi banyak
orang, atau berusaha menjadi paling dermawan dalam membantu sesama. Bukan untuk
sombong, tetapi untuk menambah pahala dan keridhaan Allah SWT.
2. Dalil Al-Qur’an tentang Berlomba dalam Kebaikan
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Mā’idah [5]: 48:
“…Untuk tiap-tiap umat di antara kamu Kami berikan aturan
dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya
satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu; maka berlomba-lombalah dalam berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah
kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu
perselisihkan.”
Ayat ini menegaskan bahwa perbedaan manusia adalah ujian
agar mereka berlomba-lomba dalam kebaikan. Allah tidak menilai siapa yang
paling tinggi kedudukannya, tetapi siapa yang paling banyak amal salehnya.
Dengan berlomba dalam kebaikan, kita menumbuhkan semangat produktif, kreatif,
dan bermanfaat bagi sesama.
3. Contoh Perilaku Kompetisi dalam Kebaikan
Berikut beberapa contoh sederhana fastabiqul khairat di
kehidupan sehari-hari:
Siswa yang berusaha paling
rajin membantu temannya belajar agar semua bisa lulus bersama.
Remaja yang aktif mengikuti
kegiatan sosial, seperti bakti lingkungan, donasi, atau penggalangan dana.
Pegawai yang bekerja dengan
jujur dan profesional tanpa menipu demi keuntungan pribadi.
Masyarakat yang berlomba
menegakkan kebersihan dan ketertiban lingkungan.
Anak muda yang berlomba
menebar inspirasi dan konten positif di media sosial.
Kompetisi semacam ini bukan sekadar mencari pujian,
melainkan cara untuk menumbuhkan kebiasaan baik yang berdampak positif bagi
banyak orang.
4. Manfaat Bersaing dalam Kebaikan bagi Individu dan
Masyarakat
Berlomba dalam kebaikan memberi banyak manfaat, di
antaranya:
Meningkatkan motivasi dan
produktivitas. Orang yang terbiasa berkompetisi dalam hal baik akan memiliki
semangat tinggi dan tidak mudah menyerah.
Menumbuhkan rasa tanggung
jawab sosial. Ia sadar bahwa kebaikan tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga
untuk orang lain.
Mencegah perpecahan. Persaingan
yang sehat membuat masyarakat bersatu dalam tujuan bersama, yaitu menegakkan
nilai kebaikan.
Mendapat pahala berlipat.
Allah SWT menjanjikan balasan besar bagi hamba-Nya yang berlomba-lomba dalam
kebajikan.
Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akan
mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.” (HR. Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa siapa pun yang memotivasi atau
ikut serta dalam kebaikan akan mendapat pahala yang sama besar.
B. Etos Kerja dalam Islam
1. Pengertian Etos Kerja
Etos kerja berasal dari kata Yunani ethos yang berarti
“sikap dasar” atau “semangat kerja”. Dalam pandangan Islam, etos kerja adalah
semangat untuk bekerja keras, jujur, profesional, dan bertanggung jawab sebagai
bagian dari ibadah kepada Allah SWT.
Bekerja bukan hanya untuk mencari rezeki, tetapi juga
sebagai bentuk pengabdian dan amal saleh. Seorang muslim yang memiliki etos
kerja tinggi akan menunaikan tugasnya dengan sungguh-sungguh, disiplin, dan
penuh integritas.
Dengan demikian, kerja menjadi bagian dari keimanan karena ia dilakukan dengan
niat baik dan cara yang halal.
2. Dalil Al-Qur’an tentang Pentingnya Bekerja
Allah SWT berfirman dalam QS. At-Taubah [9]: 105:
“Dan katakanlah: bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat
pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin; dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Ayat ini menegaskan bahwa setiap usaha manusia diperhatikan
oleh Allah. Bekerja adalah perintah, bukan pilihan.
Islam tidak menyukai umatnya yang malas dan menggantungkan diri kepada orang
lain.
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Tidak ada makanan yang lebih baik daripada hasil kerja
tangan sendiri.” (HR. Bukhari)
Artinya, bekerja dengan tangan sendiri — secara halal dan
jujur — lebih mulia daripada mengharapkan pemberian.
3. Ciri-Ciri Orang yang Memiliki Etos Kerja Tinggi
Orang yang memiliki etos kerja tinggi dapat dikenali dari
sikap dan perilakunya. Di antaranya:
Disiplin dan bertanggung
jawab. Ia menepati waktu dan menyelesaikan tugas dengan baik.
Jujur dan amanah. Ia tidak
menipu atau berkhianat terhadap pekerjaan.
Bekerja keras dan pantang
menyerah. Ia tidak mudah putus asa menghadapi kesulitan.
Bekerja dengan niat ibadah. Ia
sadar bahwa pekerjaannya dinilai oleh Allah SWT.
Kreatif dan inovatif. Ia terus
berusaha memperbaiki cara kerjanya agar lebih baik.
Menghargai hasil kerja orang
lain. Ia tidak iri, melainkan belajar dari keberhasilan orang lain.
Ciri-ciri inilah yang menjadikan seseorang sukses dunia dan
akhirat.
4. Etos Kerja Rasulullah SAW dan Para Sahabat
Rasulullah SAW adalah teladan utama dalam etos kerja.
Sejak muda, beliau dikenal jujur, rajin, dan profesional dalam berdagang.
Julukan Al-Amin (yang terpercaya) diberikan oleh masyarakat Makkah karena
beliau tidak pernah menipu.
Beliau bersabda:
“Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya akan bersama para
nabi, orang-orang yang benar, dan para syuhada.” (HR. Tirmidzi)
Para sahabat juga meneladani beliau.
Abdurrahman bin Auf, misalnya,
datang ke Madinah tanpa harta, tetapi dengan kerja keras dan kejujuran ia
menjadi saudagar sukses yang dermawan.
Umar bin Khattab rajin bekerja
dan berkeliling memeriksa rakyatnya, menunjukkan tanggung jawab tinggi.
Ali bin Abi Thalib sering
bekerja menggali sumur dan hasilnya disedekahkan di jalan Allah.
Etos kerja para sahabat memperlihatkan bahwa kesuksesan
sejati bukan karena keberuntungan, tetapi hasil kerja keras dan keikhlasan.
5. Dampak Positif Etos Kerja bagi Kemajuan Umat
Etos kerja tinggi membawa manfaat besar, baik bagi diri
sendiri maupun masyarakat, antara lain:
Meningkatkan kesejahteraan dan
kemandirian. Orang yang rajin bekerja tidak mudah bergantung pada orang lain.
Mendorong kemajuan ekonomi
umat. Bila banyak muslim produktif dan jujur, ekonomi Islam akan maju.
Menumbuhkan kepercayaan dan
reputasi baik. Orang yang profesional akan dihormati dan dipercaya.
Meningkatkan kualitas bangsa.
Negara yang masyarakatnya disiplin dan pekerja keras akan menjadi bangsa yang
kuat.
Mendapat keberkahan rezeki.
Allah SWT mencintai hamba yang bekerja keras dengan cara halal.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang jika bekerja, ia
melakukannya dengan sungguh-sungguh (itqan).” (HR. Thabrani)
C. Meneladani Sikap Kompetitif dan Etos Kerja
1. Kisah Inspiratif Tokoh Islam yang Sukses dengan Kerja
Keras
Salah satu contoh teladan kerja keras dalam sejarah Islam
adalah Salahuddin Al-Ayyubi, sang pembebas Yerusalem.
Ia tidak hanya seorang panglima perang, tetapi juga pemimpin yang tekun,
sederhana, dan adil. Setiap hari ia bangun lebih awal, memimpin pasukan, dan
tetap berzikir di tengah kesibukannya.
Kerja kerasnya membuahkan keberhasilan besar: mengembalikan Yerusalem ke tangan
umat Islam tanpa balas dendam atau kekerasan terhadap musuh.
Contoh lain adalah Ibnu Sina (Avicenna), seorang ilmuwan
besar yang menghafal Al-Qur’an sejak kecil dan terus belajar tanpa kenal lelah.
Ia menulis ratusan buku tentang kedokteran dan filsafat yang menjadi rujukan
dunia hingga kini.
Keduanya menunjukkan bahwa kerja keras, semangat belajar, dan ketulusan dapat
membawa kesuksesan luar biasa.
2. Penerapan Sikap Kerja Keras di Sekolah dan Masyarakat
Di lingkungan sekolah, etos kerja dan semangat fastabiqul
khairat dapat diterapkan dengan cara:
Rajin belajar dan tidak
menunda tugas.
Aktif dalam kegiatan
organisasi atau keagamaan.
Saling membantu teman yang
kesulitan belajar.
Disiplin menjaga waktu salat
dan belajar.
Di lingkungan masyarakat, etos kerja tampak dalam:
Bekerja dengan jujur sesuai
profesi masing-masing.
Menjaga kebersihan dan
keamanan lingkungan.
Membantu tetangga tanpa
pamrih.
Ikut dalam kegiatan sosial dan
gotong royong.
Dengan kebiasaan itu, seseorang menjadi pribadi yang tangguh,
dipercaya, dan dicintai oleh lingkungannya.
3. Evaluasi Diri: Sudahkah Kita Berkompetisi dalam Kebaikan?
Cobalah kita renungkan beberapa pertanyaan berikut:
Apakah kita sudah berusaha
menjadi yang terbaik dalam berbuat baik?
Apakah kita sudah bekerja
keras dan jujur dalam setiap tugas?
Apakah kita senang melihat
orang lain berhasil, atau justru iri?
Evaluasi diri penting agar kita terus memperbaiki niat dan
semangat hidup.
Jika selama ini kita masih malas, menunda-nunda, atau iri pada keberhasilan
orang lain, maka saatnya berubah — berlombalah dalam kebaikan, tingkatkan etos
kerja, dan jadikan semua kegiatan kita sebagai ibadah kepada Allah SWT.
Kesimpulan
Islam mengajarkan bahwa kesuksesan sejati tidak diperoleh
dengan kemalasan, melainkan dengan kompetisi dalam kebaikan dan etos kerja yang
tinggi.
Allah mencintai hamba-Nya yang bekerja keras, jujur, dan bermanfaat bagi
sesama.
Dengan semangat fastabiqul khairat dan kerja ikhlas, kita dapat mencapai
kejayaan pribadi, masyarakat, dan umat secara keseluruhan.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar