1.1 Makna Hidup yang Penuh Manfaat
Setiap manusia menginginkan kehidupan yang bahagia,
bermakna, dan bermanfaat. Namun, kebahagiaan sejati dalam pandangan Islam tidak
diukur dari banyaknya harta, jabatan, atau kemewahan, melainkan dari seberapa
besar manfaat yang diberikan kepada orang lain. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi
manusia lainnya.”
(HR. Ahmad)
Hidup yang penuh manfaat berarti hidup yang digunakan untuk
kebaikan — membantu sesama, menuntut ilmu, beribadah, dan menjauhi perbuatan
yang sia-sia. Untuk mencapainya, seorang muslim harus menjauhkan diri dari
sifat-sifat tercela seperti berfoya-foya, riya’, sum‘ah, takabbur, dan hasad,
yang dapat merusak nilai amal dan menjerumuskan pada dosa.
1.2 Menghindari Sifat Tercela sebagai Bentuk Ketakwaan
Islam mengajarkan keseimbangan dalam hidup. Kelebihan harta,
ilmu, dan waktu bukan untuk disia-siakan, tetapi untuk digunakan dalam jalan
Allah. Sifat-sifat tercela yang muncul dari hati seperti riya’ (pamer ibadah),
sum‘ah (ingin dipuji), takabbur (sombong), hasad (iri dengki), dan berfoya-foya
(hidup berlebihan) adalah penyakit hati yang menghapus keberkahan hidup.
Menjauhi sifat-sifat tersebut berarti berusaha menyucikan
hati (tazkiyatun nafs), sehingga seseorang dapat menjalani hidup dengan ikhlas
dan bermanfaat bagi sesama.
2.1 Pengertian Berfoya-Foya
Berfoya-foya berarti menghamburkan harta dan waktu untuk
hal-hal yang tidak berguna. Dalam Islam, hal ini dikenal dengan istilah israf
(berlebihan) dan tabdzir (menghambur-hamburkan). Allah berfirman dalam QS.
Al-Isra’ [17]: 26–27:
“...Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan...”
2.2 Dampak Negatif Berfoya-Foya
Perilaku berfoya-foya menumbuhkan sifat sombong, lalai
terhadap kewajiban, dan membuat seseorang jauh dari rasa syukur. Selain itu,
kebiasaan ini dapat menimbulkan ketimpangan sosial karena sebagian orang hidup
dalam kemewahan sementara yang lain kekurangan.
Islam mendorong umatnya untuk hidup sederhana (qana‘ah) dan
menggunakan harta secara bijak untuk kepentingan yang bermanfaat, seperti
membantu orang miskin, menuntut ilmu, atau membangun fasilitas umum.
2.3 Cara Menghindari Berfoya-Foya
Membuat perencanaan keuangan
dan menghindari pengeluaran tidak perlu.
Membiasakan diri bersedekah.
Mengingat bahwa semua harta
akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.
Memperbanyak rasa syukur dan
hidup sesuai kebutuhan, bukan keinginan.
3.1 Riya’: Pamer Amal Ibadah
Riya’ berarti melakukan amal ibadah dengan tujuan ingin
dilihat manusia. Rasulullah ﷺ
bersabda:
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah
syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Apakah syirik kecil itu, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya’.”
(HR. Ahmad)
Riya’ menghapus pahala amal karena niatnya tidak ikhlas.
Allah hanya menerima amal yang dilakukan karena mengharap ridha-Nya, bukan
karena ingin mendapat pujian manusia.
Cara menghindari riya’:
Meluruskan niat setiap kali
beramal.
Tidak mengharapkan pujian
manusia.
Menyadari bahwa pujian tidak
menambah nilai di sisi Allah, dan celaan tidak mengurangi pahala amal.
3.2 Sum‘ah: Ingin Didengar dan Dipuji
Sum‘ah mirip dengan riya’, namun berbeda dalam bentuknya.
Jika riya’ adalah ingin dilihat, sum‘ah adalah ingin didengar kebaikannya.
Misalnya, seseorang sengaja menceritakan amalnya agar dianggap saleh.
Rasulullah ﷺ
bersabda:
“Barang siapa beramal karena ingin didengar (sum‘ah), maka
Allah akan mempermalukannya pada hari kiamat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Cara menghindari sum‘ah:
Menjaga kerahasiaan amal
kebaikan.
Tidak menceritakan ibadah atau
sedekah kecuali untuk memberi teladan, bukan mencari pujian.
Senantiasa berdoa agar amal
diterima karena keikhlasan.
3.3 Takabbur: Sifat Sombong yang Membinasakan
Takabbur adalah merasa diri lebih baik, lebih tinggi, atau
lebih berhak dari orang lain. Rasulullah ﷺ
bersabda:
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat
kesombongan seberat biji sawi.”
(HR. Muslim)
Sombong adalah penyakit hati yang membuat seseorang
merendahkan orang lain dan menolak kebenaran. Iblis menjadi makhluk terlaknat
karena kesombongannya terhadap Adam.
Cara menghindari takabbur:
Menyadari bahwa semua
kelebihan adalah karunia Allah, bukan hasil usaha sendiri.
Menghargai orang lain tanpa
memandang status sosial.
Membiasakan sikap rendah hati
(tawadhu’) dalam pergaulan.
4.1 Pengertian Hasad
Hasad adalah rasa tidak senang terhadap nikmat yang dimiliki
orang lain dan berharap nikmat itu hilang dari dirinya. Dalam QS. Al-Falaq
[113]: 5 Allah berfirman:
“Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.”
Hasad timbul karena hati yang tidak bersyukur dan lemah
iman. Orang yang hasad tidak akan tenang hidupnya karena selalu membandingkan
diri dengan orang lain.
4.2 Dampak Buruk Hasad
Menghilangkan ketenangan dan
kebahagiaan batin.
Menimbulkan kebencian dan
permusuhan.
Menutup pintu rezeki dan
keberkahan karena hati dipenuhi iri.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jauhilah hasad, karena hasad dapat memakan kebaikan
sebagaimana api memakan kayu bakar.”
(HR. Abu Dawud)
4.3 Cara Menghindari Hasad
Bersyukur atas nikmat yang
dimiliki.
Mendoakan kebaikan untuk orang
lain yang mendapat nikmat.
Menyadari bahwa rezeki setiap
orang sudah ditetapkan oleh Allah.
Memupuk rasa empati dan kasih
sayang.
4.4 Hidup Penuh Manfaat: Cermin Keimanan yang Sempurna
Orang yang mampu mengendalikan dirinya dari sifat berlebihan
dan penyakit hati akan menjalani kehidupan yang penuh manfaat. Ia menggunakan
waktu, harta, dan tenaganya untuk kebaikan. Ia tidak iri, tidak sombong, tidak
pamer, dan tidak boros.
Rasulullah ﷺ
bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian,
tetapi melihat hati dan amal kalian.”
(HR. Muslim)
Hidup bermanfaat berarti hidup dengan niat ikhlas, perbuatan
yang membawa kebaikan, dan akhlak yang terpuji. Dengan demikian, hidup seorang
muslim akan bernilai ibadah dan mendapat keberkahan dari Allah SWT.
4.5 Kesimpulan
Menjalani hidup penuh manfaat menuntut kita untuk
membersihkan hati dari sifat-sifat tercela seperti berfoya-foya, riya’, sum‘ah,
takabbur, dan hasad. Semua sifat ini berawal dari ketidakseimbangan hati dan
lemahnya iman.
Dengan memperkuat tauhid, melatih keikhlasan, bersyukur,
serta mengendalikan hawa nafsu, seorang muslim akan menjadi pribadi yang:
Hidup sederhana dan penuh
syukur,
Ikhlas dalam beramal,
Rendah hati terhadap sesama,
Sabar dan lapang dada atas
nikmat orang lain,
Dan bermanfaat bagi lingkungan
sekitar.
Itulah jalan menuju hidup yang penuh berkah dan bernilai
ibadah di sisi Allah SWT.






Tidak ada komentar:
Posting Komentar