3.1 Pengertian Akhlak Madzmumah dan Akhlak Mahmudah
Akhlak berasal dari kata khuluq yang berarti perangai,
tabiat, atau kebiasaan. Dalam Islam, akhlak merupakan cerminan dari iman dan
ibadah seseorang. Akhlak terbagi menjadi dua, yaitu akhlak madzmumah dan akhlak
mahmudah.
Akhlak madzmumah adalah sifat-sifat buruk yang dilarang oleh
Allah SWT dan Rasul-Nya karena dapat merusak diri sendiri, hubungan dengan
sesama, dan hubungan dengan Allah. Contohnya seperti iri, sombong, riya’,
bohong, dan khianat. Akhlak madzmumah menjerumuskan seseorang ke dalam kehinaan
moral dan menjauhkan dari rahmat Allah.
Sebaliknya, akhlak mahmudah adalah sifat-sifat terpuji yang
mencerminkan keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT, seperti sabar, jujur,
amanah, rendah hati, dan dermawan. Akhlak mahmudah menjadi tanda kemuliaan
seseorang di hadapan Allah dan manusia. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya yang paling sempurna imannya di antara
orang-orang beriman adalah yang paling baik akhlaknya.”
(HR. Tirmidzi)
Dengan demikian, seorang muslim sejati harus berusaha
menjauhi akhlak madzmumah dan membiasakan diri dengan akhlak mahmudah agar
hidupnya penuh ketenangan, keberkahan, dan dihormati oleh sesama.
3.2 Macam-macam Akhlak Madzmumah (Sifat Tercela)
Akhlak madzmumah adalah kebiasaan buruk yang lahir dari hati
yang tidak bersih dan kurangnya kesadaran terhadap Allah SWT. Berikut beberapa
contohnya:
a. Hasad (Iri dan Dengki)
Hasad berarti merasa tidak senang atas nikmat yang dimiliki
orang lain dan berharap nikmat itu hilang dari mereka. Sifat ini muncul karena
hati yang dipenuhi kebencian dan kurangnya rasa syukur. Allah SWT berfirman:
“Apakah mereka dengki kepada manusia karena karunia yang
telah diberikan Allah kepada mereka?”
(QS. An-Nisa’ [4]: 54)
Hasad menghancurkan persaudaraan, menimbulkan kebencian, dan
menjauhkan seseorang dari ketenangan hati. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Janganlah kamu saling mendengki, karena dengki itu memakan
kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.”
(HR. Abu Dawud)
Obat dari hasad adalah bersyukur atas nikmat sendiri dan
mendoakan kebaikan bagi orang lain.
b. Riya’ (Pamer Amal)
Riya’ adalah melakukan amal ibadah bukan karena Allah,
tetapi untuk dilihat dan dipuji orang lain. Amal yang disertai riya’ tidak
diterima oleh Allah karena tercampur dengan niat duniawi. Rasulullah ﷺ menyebut riya’ sebagai syirik
kecil karena menodai kemurnian tauhid.
Allah SWT berfirman:
“Maka celakalah orang-orang yang salat, yaitu orang-orang
yang lalai dari salatnya, yang berbuat riya’.”
(QS. Al-Ma’un [107]: 4–6)
Untuk menghindari riya’, seorang muslim harus selalu meluruskan
niat, hanya mengharap ridha Allah, dan tidak peduli pada pujian atau celaan
manusia.
c. Takabbur (Sombong)
Takabbur berarti merasa lebih tinggi dari orang lain, baik
karena harta, ilmu, kedudukan, maupun keturunan. Kesombongan membuat seseorang
menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
dan membanggakan diri.”
(QS. An-Nisa’ [4]: 36)
Iblis adalah makhluk pertama yang sombong ketika menolak
sujud kepada Nabi Adam, sehingga dikutuk oleh Allah. Kesombongan menutup hati
dari kebenaran. Untuk menghindarinya, kita harus menyadari bahwa semua
kelebihan adalah pemberian Allah dan bisa hilang kapan saja.
d. Ghibah dan Namimah (Menggunjing dan Mengadu Domba)
Ghibah berarti membicarakan keburukan orang lain tanpa
sepengetahuannya, walaupun benar. Sedangkan namimah adalah mengadu domba agar
menimbulkan permusuhan.
Allah SWT menggambarkan ghibah dengan perumpamaan yang
sangat keras:
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Tentu kamu merasa jijik.”
(QS. Al-Hujurat [49]: 12)
Kedua perbuatan ini merusak persaudaraan dan menimbulkan
dosa besar. Cara menghindarinya adalah menjaga lisan, berpikir positif
(husnuzan), dan lebih banyak berzikir daripada membicarakan keburukan orang
lain.
e. Bohong dan Khianat
Bohong adalah menyampaikan sesuatu yang tidak sesuai
kenyataan, sedangkan khianat berarti tidak menepati janji atau mengingkari
amanah. Kedua sifat ini sangat dibenci dalam Islam. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berdusta,
jika berjanji ia mengingkari, dan jika dipercaya ia berkhianat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Orang yang suka berbohong akan kehilangan kepercayaan,
sedangkan pengkhianat akan dijauhi oleh masyarakat. Oleh karena itu, seorang
muslim harus menjaga integritas dan kejujuran dalam setiap urusan, sekecil apa
pun.
3.3 Macam-macam Akhlak Mahmudah (Sifat Terpuji)
Sebaliknya, akhlak mahmudah adalah sifat-sifat terpuji yang
menunjukkan keimanan dan kemuliaan hati. Berikut beberapa di antaranya:
a. Sabar
Sabar berarti menahan diri dari keluh kesah, tetap tegar
dalam menghadapi ujian, dan taat kepada Allah dalam segala keadaan. Allah SWT
berfirman:
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 153)
Sabar adalah kunci keberhasilan hidup. Orang sabar tidak
mudah menyerah, mampu mengendalikan emosi, dan selalu optimis menghadapi
cobaan.
b. Jujur
Jujur (shidq) adalah berkata dan bertindak sesuai kenyataan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan
kebaikan membawa ke surga.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Kejujuran membentuk kepercayaan, menciptakan ketenangan
hati, dan menjadi dasar semua akhlak mulia. Orang yang jujur akan dihormati
oleh Allah dan manusia.
c. Amanah
Amanah berarti dapat dipercaya dan bertanggung jawab
terhadap tugas yang diberikan. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya.”
(QS. An-Nisa’ [4]: 58)
Amanah mencakup tanggung jawab terhadap harta, jabatan,
ilmu, dan rahasia orang lain. Orang yang memegang amanah akan dipercaya dan
dihormati di mana pun ia berada.
d. Rendah Hati (Tawadhu’)
Tawadhu’ adalah sikap tidak sombong, meskipun memiliki
kelebihan. Orang yang rendah hati menghargai orang lain dan mengakui bahwa
semua kebaikan datang dari Allah. Rasulullah ﷺ
bersabda:
“Tidak akan berkurang harta karena bersedekah, dan Allah
tidak menambah bagi seorang hamba kecuali kemuliaan karena ia rendah hati.”
(HR. Muslim)
Tawadhu’ menjauhkan kita dari kesombongan dan menjadikan
kita disukai oleh banyak orang.
e. Dermawan dan Pemaaf
Dermawan berarti suka berbagi kepada sesama, baik dengan
harta, tenaga, maupun ilmu. Sedangkan pemaaf adalah kemampuan memaafkan
kesalahan orang lain tanpa dendam. Allah SWT berfirman:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu...
orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain.”
(QS. Ali Imran [3]: 133–134)
Sifat dermawan dan pemaaf menjadikan hati bersih, mempererat
silaturahmi, dan mengundang keberkahan hidup.
3.4 Manfaat Akhlak Mahmudah bagi Kehidupan
Akhlak mahmudah membawa manfaat besar bagi diri sendiri,
keluarga, dan masyarakat. Seseorang yang memiliki akhlak baik akan hidup tenang,
dihormati, dan dicintai oleh banyak orang. Akhlak mulia menumbuhkan
kepercayaan, mempererat persaudaraan, serta menghindarkan dari permusuhan.
Dalam kehidupan sosial, orang berakhlak baik menjadi teladan
yang menginspirasi. Dalam dunia kerja, kejujuran, amanah, dan tanggung jawab
menjadi kunci kesuksesan. Sementara dalam kehidupan beragama, akhlak mahmudah
memperkuat keimanan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Rasulullah ﷺ
bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia.”
(HR. Ahmad)
Dengan memiliki akhlak mahmudah, manusia tidak hanya sukses
di dunia, tetapi juga bahagia di akhirat.
3.5 Cara Membiasakan Akhlak Mahmudah Sejak Dini
Akhlak tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi harus dibentuk
dan dibiasakan sejak dini. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:
Menanamkan nilai-nilai
keimanan sejak kecil, agar hati selalu merasa diawasi Allah SWT.
Meneladani akhlak Rasulullah ﷺ, yang menjadi contoh terbaik
dalam bersikap dan berbuat.
Membiasakan berkata jujur dan
berbuat baik, sekecil apa pun, karena kebiasaan akan membentuk karakter.
Menjaga pergaulan agar tidak
terpengaruh oleh lingkungan yang buruk.
Mengendalikan hawa nafsu
dengan berzikir, berdoa, dan mendekatkan diri kepada Allah.
Menghargai waktu dan menepati
janji, karena disiplin juga bagian dari akhlak mulia.
Jika seseorang membiasakan akhlak mahmudah dalam
kesehariannya, maka hidupnya akan menjadi lebih nyaman, berkah, dan diridhai
Allah SWT.
🌸 Kesimpulan
Akhlak madzmumah adalah sumber kerusakan hati dan
masyarakat, sedangkan akhlak mahmudah adalah kunci kebahagiaan dan keberkahan.
Setiap muslim harus berusaha menjauhi sifat-sifat tercela seperti iri, sombong,
riya’, bohong, dan khianat, serta menumbuhkan sifat-sifat terpuji seperti
sabar, jujur, amanah, rendah hati, dermawan, dan pemaaf. Dengan akhlak yang
baik, seseorang akan hidup damai, dicintai oleh sesama, dan mendapat tempat
mulia di sisi Allah SWT.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar