Ads block

Banner 728x90px

BAB VIII Menghindari Gibah dan Melaksanakan Tabayun


 


وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: أَتَدْرُونَ مَا اَلْغِيبَةُ؟ قَالُوا: اَللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ: أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اِغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَقَدْ بَهَتَّهُ، أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ

Dari shahabat Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu, Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tahukah kalian apa itu ghibah?” Para shahabat menjawab: “Allāh dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Engkau menyebutkan tentang saudaramu apa yang tidak dia sukai untuk disebutkan.” Maka dikatakan kepada Nabi: “Seandainya yang aku ucapkan tentang sadaraku itu benar adanya, bagaimana menurut engkau, wahai Rasulullāh?” Kata Rasulullāh: “Kalau apa yang engkau ucapkan tentang saudaramu itu benar maka itulah ghibah, kalau ternyata yang engkau ucapkan itu tidak benar maka engkau telah berdusta atas dirinya.” (HR Imam Muslim nomor 2589)

 

a. Pengertian Gibah dan Tabayun

1. Pengertian Gibah

Gibah (ghibah) berasal dari bahasa Arab al-ghaib yang berarti “membicarakan sesuatu yang tidak hadir”. Dalam istilah Islam, gibah berarti membicarakan keburukan atau kekurangan seseorang di belakangnya, baik itu benar maupun tidak benar.
Nabi Muhammad SAW menjelaskan dalam hadis riwayat Muslim:

“Tahukah kalian apa itu ghibah?”
Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”
Beliau bersabda, “Ghibah adalah engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang ia tidak sukai.”
Sahabat bertanya, “Bagaimana jika yang aku katakan itu benar?”
Rasulullah SAW menjawab, “Jika apa yang engkau katakan itu benar, maka engkau telah menggunjingnya; dan jika tidak benar, maka engkau telah memfitnahnya.”

Dari hadis ini jelas bahwa gibah merupakan perbuatan tercela, meskipun yang dibicarakan itu benar adanya. Allah tidak menyukai orang yang menyebarkan keburukan, apalagi jika itu hanya untuk merendahkan atau mempermalukan orang lain.

2. Pengertian Tabayun

Tabayun berarti meneliti, memeriksa, atau memastikan kebenaran suatu berita sebelum mempercayai dan menyebarkannya. Dalam Islam, tabayun sangat penting agar umat tidak terjerumus dalam kesalahpahaman dan fitnah.
Perintah tabayun terdapat dalam QS. Al-Hujurat ayat 6:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (tabayun), agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Ayat ini menegaskan bahwa seorang muslim tidak boleh langsung percaya atau menyebarkan berita tanpa memastikan kebenarannya. Tabayun menjaga kita dari dosa fitnah, salah paham, dan perpecahan di antara sesama.


b. Dalil Al-Qur’an tentang Larangan Gibah dan Anjuran Tabayun

1. Larangan Gibah (QS. Al-Hujurat: 12)

Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”

Dalam ayat ini, Allah menggambarkan gibah seperti memakan daging saudara sendiri yang telah mati — suatu perumpamaan yang sangat keras dan menjijikkan. Ini menunjukkan betapa buruk dan menjijikkan perbuatan gibah di sisi Allah SWT.

2. Anjuran Tabayun (QS. Al-Hujurat: 6)

Dalam ayat yang sama surah Al-Hujurat ayat 6, Allah SWT mengajarkan pentingnya meneliti berita sebelum mempercayainya. Jika seseorang langsung percaya pada kabar tanpa tabayun, bisa jadi ia menuduh orang lain tanpa bukti dan menimbulkan fitnah. Oleh karena itu, seorang muslim harus hati-hati, apalagi di zaman sekarang di mana berita palsu atau hoaks sangat mudah menyebar.


c. Akibat Buruk Gibah

1. Menimbulkan Permusuhan dan Kebencian

Gibah dapat menimbulkan permusuhan di antara teman, saudara, maupun masyarakat. Ketika seseorang membicarakan keburukan orang lain, cepat atau lambat orang yang digunjingkan akan mengetahuinya. Hal ini menyebabkan sakit hati, hilangnya kepercayaan, bahkan bisa menimbulkan perkelahian dan permusuhan.
Dalam pergaulan di sekolah, misalnya, jika ada seorang siswa yang suka bergibah tentang temannya — seperti menjelekkan nilai, penampilan, atau keluarganya — maka hubungan persahabatan akan retak. Akibatnya, tidak ada lagi rasa saling menghargai dan kepercayaan di antara mereka. Padahal, Islam sangat menekankan pentingnya menjaga ukhuwah (persaudaraan).

2. Dosa Besar di Sisi Allah SWT

Gibah termasuk salah satu dosa besar. Allah SWT melarang perbuatan ini dengan tegas dalam Al-Qur’an, bahkan menyamakan gibah dengan perbuatan menjijikkan seperti memakan daging saudara sendiri yang telah mati.
Dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya di malam Isra’, aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku dari tembaga, mereka mencakar muka dan dada mereka sendiri. Aku bertanya: ‘Siapakah mereka itu, wahai Jibril?’ Jibril menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (bergibah) dan mencemarkan kehormatan mereka.’” (HR. Abu Dawud)

Hadis ini menggambarkan betapa beratnya azab bagi pelaku gibah di akhirat nanti. Perbuatannya akan kembali menyakiti dirinya sendiri. Karena itu, setiap muslim wajib menjaga lisannya dari perkataan yang sia-sia dan menyakitkan hati orang lain.

3. Menghapus Pahala dan Mengundang Dosa Baru

Selain berdosa, gibah juga dapat menghapus pahala amal kebaikan. Dalam hadis disebutkan bahwa pada hari kiamat nanti, pahala orang yang suka gibah akan diberikan kepada orang yang digunjingkannya, dan jika pahala kebaikannya habis, maka dosa orang yang digunjingkan akan ditimpakan kepadanya.
Inilah yang disebut muflis (orang yang bangkrut di akhirat). Orang yang rajin beribadah, tetapi suka menyakiti orang lain dengan lisannya, akan kehilangan seluruh pahalanya karena perbuatannya sendiri.

4. Hilangnya Kepercayaan dan Nama Baik

Orang yang suka bergibah akan kehilangan kepercayaan dari orang lain. Teman-temannya akan merasa tidak aman berada di dekatnya, karena takut menjadi bahan pembicaraan di belakang. Lambat laun, pelaku gibah akan dijauhi, tidak dipercaya, dan kehilangan sahabat sejati.
Kepercayaan adalah modal utama dalam hubungan sosial. Sekali seseorang dikenal sebagai penyebar gibah, sulit baginya untuk mendapatkan kembali kepercayaan orang lain.

5. Merusak Hati dan Menumbuhkan Sifat Negatif

Gibah membuat hati menjadi keras, penuh iri, dengki, dan rasa benci. Orang yang terbiasa bergibah akan senang mencari kesalahan orang lain dan lupa memperbaiki diri. Ia tidak sadar bahwa dengan membicarakan keburukan orang lain, sebenarnya ia sedang memperlihatkan kekurangan dirinya sendiri.
Rasulullah SAW mengingatkan bahwa seorang muslim sejati adalah yang mampu menjaga lisannya dan tangannya dari menyakiti orang lain. Maka, untuk menjaga hati tetap bersih, jauhilah gibah dan gantilah dengan doa serta perkataan yang baik.

6. Menimbulkan Fitnah dan Kekacauan Sosial

Gibah sering menjadi awal munculnya fitnah. Sebuah cerita kecil yang dibesar-besarkan bisa menimbulkan keributan, permusuhan, bahkan perpecahan dalam masyarakat. Fitnah lebih berbahaya daripada pembunuhan, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 191:

“Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.”
Itulah sebabnya gibah bukan hal sepele. Ia bisa menghancurkan pertemanan, keluarga, bahkan keharmonisan suatu masyarakat jika dibiarkan.


d. Pentingnya Tabayun di Era Digital

1. Tabayun Sebagai Benteng dari Hoaks

Di era modern ini, berita dan informasi sangat mudah menyebar melalui media sosial. Sayangnya, tidak semua berita itu benar. Banyak kabar bohong (hoaks) yang dibuat untuk menipu, menjelekkan orang lain, atau menimbulkan kebencian.
Tabayun menjadi sangat penting agar kita tidak ikut-ikutan menyebarkan berita palsu. Seorang muslim harus berhati-hati sebelum mengirim, membagikan, atau mengomentari suatu informasi.

2. Dampak Buruk Menyebarkan Berita Tanpa Tabayun

Menyebarkan berita palsu tanpa tabayun dapat menimbulkan fitnah besar. Seseorang bisa kehilangan nama baik, masyarakat bisa saling curiga, bahkan bisa terjadi perpecahan. Dalam dunia digital, jari kita bisa menjadi “lidah” yang berbuat dosa. Karena itu, kita harus berpikir dulu sebelum mengetik atau membagikan sesuatu: apakah berita itu benar, bermanfaat, dan tidak menyinggung orang lain?

3. Cara Melakukan Tabayun di Era Digital

Beberapa cara melakukan tabayun agar terhindar dari berita bohong antara lain:

Periksa sumber berita: pastikan berasal dari lembaga atau media resmi.

Lihat bukti: jangan percaya hanya karena “katanya” atau “dari teman”.

Bandingkan dengan berita dari sumber lain.

Jika ragu, lebih baik diam dan tidak menyebarkannya.

4. Menjaga Etika Berkomunikasi di Media Sosial

Islam mengajarkan adab dalam berbicara, baik secara langsung maupun di media sosial. Gunakan media sosial untuk hal-hal positif seperti belajar, berbagi ilmu, dan menyebarkan kebaikan. Jangan gunakan untuk mencaci maki, bergibah, atau menyebar fitnah. Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, jika apa yang akan kita tulis atau katakan tidak bermanfaat, lebih baik diam.


e. Kesimpulan

Gibah dan tabayun adalah dua hal yang berlawanan. Gibah menyebabkan dosa dan perpecahan, sedangkan tabayun menjaga kebenaran dan kedamaian. Dalam kehidupan sehari-hari, seorang muslim harus berhati-hati dalam berbicara dan bersikap, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Dengan menjauhi gibah dan membiasakan tabayun, kita menjaga kehormatan diri dan orang lain, mempererat persaudaraan, serta menumbuhkan kepercayaan dalam masyarakat.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar